Minggu, 16 Mei 2010

Sukses Mulia

Saya beruntung bisa bertemu Mr. Cheah di Brunei Darussalam. Ia adalah seorang guru besar bidang kesehatan warga negara Australia yang bekerja di Brunei Darussalam. Dalam sebuah obrolan dia bertanya pada saya, “Pak Jamil, kapan seseorang dikatakan sukses? Apakah Pak Jamil sudah sukses? Siapa contoh orang sukses?”
Pertanyaannya menggelitik saya. Mestinya, secara sederhana, seseorang […]

Pertanyaannya menggelitik saya. Mestinya, secara sederhana, seseorang dikatakan sukses bila telah memiliki ’4-ta’ (harta, tahta, kata, cinta) level tinggi. Jauh di atas rata-rata kebanyakan orang. Level ’4-ta’ yang tinggi itu, diperoleh karena expertise (keahlian, core competence, prestasi) yang dimilikinya. Selain itu, ‘4-ta’ yang dimiliki juga diperoleh dengan cara yang fair, tidak melanggar etika serta ajaran agama yang dianutnya.

Bila orientasi hidup kita hanya sukses semata, hidup akan terisolasi. Egoisme niscaya muncul di dalam diri kita. Boleh saja harta kita berlimpah, memiliki jabatan bergensi, berpendidikan tinggi, atau menjadi buah bibir di media massa, tapi jiwa dan kehidupan terasa gersang. Bahkan boleh jadi, kita tak memiliki sahabat sejati, dibenci dan dimusuhi banyak orang.

SUKSES saja tak cukup. Kita perlu menambahkan satu kata lagi; MULIA. Orang bisa disebut hidup mulia bila ia mampu memberi banyak manfaat kepada orang lain. Orang mulia adalah orang yang senang berbagi. Elemen ‘4-ta’ yang telah diperolehnya, dibagikan secara benar dan tepat kepada siapapun yang memerlukan. Ajaran agama mengajarkan begitu. Bahwa di setiap harta yang kita miliki terdapat hak kaum miskin (dhuafa). Harta yang kita miliki harus disucikan dengan berzakat. Ada juga mekanisme membagi harta selain zakat yakni dengan wakaf, infak-sedekah, persepuluhan atau kegiatan sosial lainnya. Inilah perilaku berderma.

Perilaku berderma akan menyebabkan kehidupan kita dipenuhi keberkahan dan keberuntungan. Dalam konteks kehidupan riil, korelasi berderma dan keberkahan/keberuntungan ini bahkan pernah disurvei. Majalah Swa edisi April 2006 melaporkan, orang kaya yang semakin banyak berderma ternyata dia semakin kaya.

Orang mulia akan selalu memanfaatkan tahta dan posisi sosialnya untuk melahirkan orang-orang hebat. Ia akan memberi kesempatan kepada orang-orang yang dipimpinnya untuk terus maju dan berkembang. Tak ada dalam pikirannya untuk ‘mematikan’ karir orang yang dipimpinnya. Tahta yang ia punya, digunakan menciptakan kader-kader berilmu. Ia akan mendelegasikan tugas-tugas yang menantang bagi orang yang dipimpinnya.

Andrew Carnegie, orang terkaya di dunia abad ke-19, memiliki kader berilmu lebih dari 50 orang yang mengelilinginya setiap hari. Di atas batu nisannya tertulis: “Di sini terbaring seseorang yang dapat mencari orang-orang di sekitarnya yang lebih pandai daripada dirinya sendiri.”

Berbagi kata (ilmu), memberi manfaat bukan hanya kepada si penerima curahan ilmu tapi juga bagi si pemberi ilmu. Semakin sering kita berbagi kata (ilmu) maka ilmu yang kita miliki akan semakin dalam. Selain itu, dalam ajaran Islam orang yang menebar ilmu akan diberi reward luar biasa. Nabi Muhammad saw. pernah bersabda ”Ketika anak adam meninggal putus seluruh amalnya kecuali tiga…”; salah satunya adalah ilmu yang diamalkan dan disebarluaskan. Para penebar ilmu akan terus menerus mendapat kiriman pahala meski dia sudah terbujur kaku di dalam bumi.

Berbagi cinta, bisa dilakukan sebagaimana yang dilakukan Mak Eroh. Seorang perempuan peraih penghargaan kalpataru. Dia mampu menggali saluran air melewati 8 bukit dari kali Cilutung menuju desanya di Pasir Kadu, di Kabupaten Garut. Pada awalnya, selama 45 hari dia gali sendiri saluran air itu. Ia menerima banyak cemoohan karena orang-orang desanya menganggap apa yang dillakukannya adalah hal yang mustahil. Rasa cintanya pada warga desa yang kebanyakan miskin tak menyurutkan upayanya. Hasilnya, 60 hektar tanaman padi di kampungnya dapat dipanen 3 kali setahun.

Jadi, ukirlah terus expertise (prestasi dan core competence) kita agar mampu meraih level ’4-ta’ sempurna. Inilah cara meraih tingkatan sukses progresif, terus bergerak dan menanjak naik. Tapi jangan lupa, bagilah ’4-ta’ yang kita miliki kepada orang-orang di sekitar kita. Usai diskusi Mr. Cheah tersenyum. Sambil menjabat tangan saya dia berkata ”saya ingin termasuk orang yang SUKSES dan MULIA.”

(Diambil dari buku kedua saya: Menyemai Impian Meraih SuksesMulia - Gramedia. Jamil Azzaini, Inspirator SuksesMulia)
Post DIPOSTING OLEH Jamil Azzaini | March 27, 2009

Minggu, 02 Mei 2010

Renungan Minggu Pagi

Bermegah-megahan akan semakin merangsang banyaknya kebutuhan dan keinginan, sementara kesederhanaan akan merangsang datanganya kebahagiaan dan keberkahan hidup.

Orang bisu ingin sekali mengatakan sesuatu yang bisa menginspirasi dunia. Orang yang lumpuh memendam hasrat untuk berjalan walau hanya satu langkah. Orang buta merindukan untuk melihat indahnya dunia dan membaca kitab suci. Orang tuli ingin sekali mendengar alunan musik dan suara-suara yang mampu memberikan inspirasi. Sementara banyak orang yang bisa berkata, berjalan, melihat dan mendengar, justeru berdiam diri tak mau melakukan apapun

Ketika pintu kebahagiaan yang ingin kita raih tertutup, sebenarnya pintu yang lain terbuka. Namun terkadang kita terlalu lama memandang pintu yang tertutup sehingga kita tak mampu melihat pintu lain yang terbuka.

Keputusan yang Anda ambil ketika Anda sedang marah pasti akan mendatangkan kemarahan orang lain setelah Anda memutuskan.

Salam SuksesMulia
Post DIPOSTING OLEH Jamil Azzaini | April 4, 2010

Kang Paiman

Ketika saya kuliah di IPB dulu mengalami kesulitan financial yang amat sangat. Bekal dari orang tua tidak cukup. Pernah tidur di Masjid kampus selama lebih dari satu tahun. Bisa makan dua kali sehari merupakan satu prestasi. Saya berkirim surat kepada guru saya, saudara saya yang secara ekonomi lebih mapan dan juga orang-orang kaya di kampung untuk meminta bantuan. Dengan harapan mereka bersedia mengulurkan tangan kepada saya, karena saya satu-satunya orang yang kuliah di IPB, baik di kampung saya maupun asal sekolah saya. Respon yang saya terima pertama kali dari ibu Ade Meliza guru saya, ia mengirimkan kamus bahasa Inggris kepada saya. Saya sangat senang mendapat kiriman kamus itu walau memang yang saya butuhkan ketika itu uang untuk menyambung hidup bukan kamus. Di saat puncak kesulitan saya bermunajat kepada Allah. Dan melalui siapakah dia menolong?

Kang Paiman. Dia adalah putra bude saya yang tinggal di Kutoarjo Jawa Tengah. Di sore hari menjelang malam disertai hujan gerimis ia datang ke Bogor dengan membawa kardus berisi beras, pisang, mie instant, ikan asin dan makanan ringan khas Kutoarjo (klanthing). Saya tidak menduga sama sekali dia datang. Untuk mencari alamat saya. Ia membutuhkan waktu setengah hari dengan memanggul kardus itu. Dari Kutoarjo ia berangkat sore hari naik Damri menuju Bogor. Pagi hari ia sudah sampai di Bogor. Ia bingung harus mencari kemana? Ditunggu di kampus tak ketemu karena ternyata mahasiswanya ribuan. Tanya puluhan orang yang lewat di dalam kampus tidak ada yang tahu nama Jamil.

Setelah bermandikan keringat dan lelah mencari saya, dia pergi ke masjid untuk sholat mahgrib dan melepas lelah. Dia berniat menginap juga di masjid itu dan tak akan pulang ke Kutoarjo sebelum bertemu dengan saya. Namun tanpa diduga, usai sholat maghrib dia melihat saya dan tanpa ragu kemudian ia memeluk saya begitu erat sambil menangis tersedu-sedu. Saya sendiri bingung, karena tidak tahu siapa yang memeluk saya karena sudah lebih dari 10 tahun tidak bertemu dengannya. Sambil terus menangis dan memeluk saya dia mengatakan “Mil ini kang Paiman” saat itulah tangis saya tak terbendung.

Air mata saya semakin membasahi pipi setelah ia menyerahkan kardus yang sangat berat berisi beras, pisang, mis intant, ikan asin dan klanthing. Kardus yang berat itu terus ia panggul ketika mencari saya. Ketika menyerahkan kardus itu ia mengatakan “Kang Paiman gak punya apa-apa jadi hanya membawa ini. Alhamdulillah kang Paiman juga punya sedikit rizki, ini ada lima puluh ribu, kamu terima semoga bisa sedikit membantu kamu kuliah. Saya berharap kamu bisa selesai kuliah jadi insinyur pertanian” Perasaan saya ketika itu berkecamuk antara haru dan bangga dengan kang Paiman. Ternyata Allah menolong kegelisahan saya melalui Kang Paiman yang hanya tukang kebun di SD Negeri Gentan Kutoarjo dengan gaji yang tidak seberapa. Padahal, sayapun tidak berkirim surat meminta tolong kepada kang Paiman.

Sejak saat itu komitmen saya untuk menjadi insinyur pertanian semakin kuat. Saya ingin membalas harapan dan kebaikan yang telah kang Paiman berikan kepada saya. Dan hingga kinipun nama Kang Paiman masih terpatri kuat di dalam pikiran dan hati saya. Tanpa peran kang Paiman mungkin saya tidak akan menjadi insinyur pertanian dan menjadi Jamil yang sekarang. Terima kasih kang Paiman, sang tukang kebun yang begitu mulia.

Post DIPOSTING OLEH Jamil Azzaini | April 15, 2010